Petrus Selestinus: Putusan MK dan MA Kritikan Keras Bagi Ombudsman RI, Komnas HAM dan 57 Pegawai KPK Non Aktif

banner 120x600
banner 468x60

Garapnews.com-Jakarta – Putusan Mahkamah Agung (MA) RI dalam perkara Uji Materil No : 26 P/HUM/2021, tanggal 9 September 2021, yaitu “Menolak Gugatan Uji Materiil”. Dimana gugatan ini dilayangkan oleh Pegawai KPK nonaktif terhadap Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.

“Putusan MA ini merupakan tamparan keras sekaligus harus menjadi pembelajaran berharga bagi Ombudsman RI, Komnas HAM dan 57 Pegawai KPK nonaktif,” kata Petrus Selentinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi dalam siaran persnya, Sabtu (11/09/2021).

banner 325x300

Menurut Petrus, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. : 70/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK No. : 34/PUU-XIX/2021 serta Putusan MA No. : 26/P/HUM/ 2021 yang amarnya “Menolak Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Pemohon I, Yudi Purnomo dan Pemohon II, Farid Andhika.”

“Putusan ini sekaligus menutup ambisi 57 Pegawai KPK nonaktif dapat menjadi ASN pada KPK meski TMS, bahkan mereka menganggap TWK KPK tidak memiliki landasan hukum,” gamblangnya.

Padahal kata Petrus, Putusan MK dan MA dimaksud, telah mempertimbangkan semua aspek. Baik pembentukan normanya maupun aspek pelaksanaan TWK, sehingga upaya 57 Pegawai KPK nonaktif menjadi ASN pada KPK sudah tertutup.

“Tentu ini bagi Pimpinan KPK, sudah tidak ada lagi hambatan yuridis dan psikologis. Diharapkan KPK segera menerbitkan Surat Pemberhentian secara definitif terhadap 57 Pegawai KPK nonaktif, tanpa harus menunggu hingga batas waktu berakhir,” tegasnya.

Ada Implikasi Hukum

MA dalam Pertimbangan Hukumnya menegaskan bahwa Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU 19/2019, PP 41/2020, dan Putusan MK No: 70/PUU-XVII /2019 dan Putusan MK No: 34/PUU-XIX/20 21. Sedangkan hasil asesmen TWK yang mengakibatkan Para Pemohon TMS. Hal itu merupakan kewenangan Pemerintah, karena itu MA menolak Permohonan Uji Materiil Perkom No. : 1 Tahun 2021 dimaksud.

Putusan MA dan MK dimaksud telah berimplikasi hukum pada Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) Ombudsman RI (ORI) dan Rekomendasi Komnas HAM dalam soal TWK KPK, menjadi mandul atau tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, karena bertentangan dengan UU No. 19 Tahun 2019; PP No. : 41 Tahun 2020; Putusan MK No. : 70/PUU-XVII/2019; Putusan MK No. : 34/PUU-XIX/2021; Putusan MA No. : 26 P/HUM/2021; dan Perkom No. : 1 Tahun 2021.

Karena itu, sikap Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan sejumlah pihak lain yang mendesak agar Presiden Jokowi mengambil alih tanggung jawab dan tetap mengangkat 57 Pegawai KPK nonaktif harus dihentikan. Dimana desakan itu terkandung itikad tidak baik, yaitu sebagai ranjau politik atau jebakan politik. Agar Presiden terjebak dalam suatu Perbuatan Melanggar Hukum, demi 57 Pegawai KPK nonaktif yang telah TMS dan telah diuji oleh putusan MK dan MA.

Harus Ada Permintaan Maaf

Pimpinan Ombudsman RI dan Komnas HAM RI harus meminta maaf kepada Pimpinan KPK, BKN, Menpan-RB, bahkan kepada Presiden Jokowi, karena Rekomendasi Komnas HAM dan LHAP Ombudsman RI yang menuduh Pimpinan KPK melakukan Maladministrasi dan Pelanggaran HAM ternyata tidak terbukti.

Dimana yang terbukti justru sebaliknya, malah Komnas HAM dan Ombudsman RI-lah yang melakukan Maladimistrasi ketika memproses tuntutan 57 Pegawai KPK nonaktif.

Desakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan beberapa pihak lainnya agar Presiden Jokowi memerintahkan Pimpinan KPK untuk mengikuti segala rekomendasi yang dihasilkan Komnas HAM dan LHAP ORI terkait TWK, tidak memiliki dasar hukum apapun.

Sebab, segala peraturan perundang-undangan terkait TWK berikut proses pelaksanaannya telah diuji dan dibenarkan oleh MK dan MA dalam putusannya yang mengikat semua pihak.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi atas nama Pemerintah harus mengabaikan desakan sejumlah pihak yang bersifat politis, agar 57 Pegawai KPK nonaktif diangkat menjadi ASN pada KPK, karena Putusan MK No. : 34/PUU-XIX/2021 dan Putusan MA No. : 26 P/HUM/2021 telah menyatakan bahwa pasal-pasal tentang Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN dan TWK di dalam peraturan perundang-undangan adalah konstitusional (formil dan materiil). (red.az)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *