Garapnews.com–Konflik pengawasan di lembaga DPRD Pekanbaru kembali terjadi, hal ini berkaitan dengan Ranperda APBD Tahun 2021. Bila sebelumnya, sebanyak 13 anggota DPRD Kota Pekanbaru, mempersoalkan perubahan RPJMD, yang dinilai unprosedural, dan melaporkan ke Gubernur, sehingga perubahan RPJMD tersebut dibatalkan oleh Gubernur.
Kali ini, konflik kembali terjadi, berkaitan dengan pembahasan Ranperda APBD 2021, yang dianggap oleh 13 anggota DPRD tersebut menyalahi prosedur. Ini bukti ketidak profesionalnya Walikota dalam menjalankan fungsi dan koordinasi lintas intitusi atau lembaga, menurut M. Khambali, aktivis Penerus Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI-Investigasi), Selasa (31/08/2021).
Bila Pemko Pekanbaru, melalui TAPD dalam membahas Ranperda Tahun 2021, dengan mekanisme yang benar, pasti hal lapor melapor ini tidak akan terjadi. Namun nyatanya, DPRD seolah tidak berfungsi dan terkesan tidak dianggap oleh Pemko dalam hal pembahasan tersebut.
Sudah menjadi keharusan, anggota DPRD bersuara, dalam menanggapi setiap kekeliruan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintah oleh eksekutif. Bila anggota DPRD, tidak bersuara terhadap kekeliruan dan kesalahan eksekutif, maka hal ini bentuk pengkhiatan tugas sebagai wakil rakyat.
Anggota DPRD dipilih dan diberi fasilitas oleh negara dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, budgeting dan legislasi. Bila mereka diam dan terkesan membela eksekutif, sudah dipastikan mereka bersekongkol dan berselingkuh. Bisa jadi konpensasi perselingkuhannya adalah “jatah” proyek-proyek.
Konflik terpecahnya anggota DPRD di Kota Pekanbaru, seolah sengaja dibiarkan terjadi, hal ini untuk memperlemah bagi yang lantang bersuara dan mengalihkan perhatian publik terhadap subtansi permasalahan yakni Ranperda APBD TA 2021 yang menyalahi prosedur.
Masyarakat harus fokus terhadap 30 Anggota DPRD, yang terkesan “membela” eksekutif/Pemko Pekanbaru atas laporan dugaan pelanggaran APBD 2021 ke Gubernur. Dari 13 Anggota DPRD yang melapor, plus dengan Ketua dan Wakil Ketua adalah bentuk dari pengawasan, ujar M. Khambali.
Rangkaian lapor melapor, tidak serta merta terjadi, berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa sumber, hal ini diakibatkan karena Pemko Pekanbaru, tidak kooperatif dalam merespon undangan Banggar untuk membahas RAPBD tersebut. Idealnya semenjak bulan Desember tahun 2020, setelah dikoreksi dan dikembalikan oleh Gubernur Riau RAPBD tahun 2021, seharusnya dalam tempo secepatnya TAPD harus membahas kembali bersama Banggar atas hasil evaluasi tersebut. Namun hingga kini tidak kunjung dibahas, hingga muncullah aksi lapor ke Gubernur.
Namun lucu dan aneh, menurut Khambali, atas pernyataan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru T. Aswendi Fajri, bahwa yang dilakukan oleh ke 13 Anggota DPRD adalah tindakan tidak etis. Padahal, jika kita ingin jujur, yang paling tidak etis adalah prilaku Anggota DPRD yang tidak berani mengkritik terhadap kesalahan eksekutif.