Oleh: Syofyan Hadi
GARAPNEWS.COM-Saat mengetahui Musa akan pulang ke Mesir setelah sepuluh tahun berada di tempat pengasingan di kota Madyan, Fir’aun dan pembesarnya mulai panik dan gusar karena kehadiran Musa dinilai akan membawa dampak sosial dan politik yang sangat besar hingga berpotensi menggoyahkan singgasananya. Fir’aun dan pembesarnya akhirnya menunjukan sikap panik mereka dengan menyampaikan provokasi hingga pelecehan kepada Musa, pengikutnya serta rakyatnya sendiri.
Awalnya Fir’aun dan para pejabatnya mulai “berkoar-koar” di depan publik dengan mengatakan bahwa Musa adalah manusia biasa dan pengikutnya hanyalah segelintir orang saja. Demikian seperti dalam firman-Nya inna hā’ulā’i lasyirdzimatun qalīlūn (إِنَّ هَؤُلَاءِ لَشِرْذِمَةٌ قَلِيلُونَ) “(Fir’aun berkata): “Sesungguhnya mereka (Bani Israel pengikut Musa) benar-benar golongan kecil”. (Rujuklah QS. AL-SYU’ARA’ [26]: 54).
Namun, setelah melihat fakta di lapangan yang ternyata pengikut Musa sangat banyak dan “membludak”, maka Fir’aun dan pembesarnya menjadi semakin panik.
Merekapun mulai berusaha menimbulkan antipati publik kepada Musa dan pengikutnya lewat provokasi dengan mengatakan Musa dan pengikutnya adalah kaum yang fasik. Demikian seperti firman-Nya fastkhaffa qaumahu fa athā’ūhu innahum kānū qauman fāsiqīn (فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ) “Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik”. (Rujuklah QS. AL-ZUKHRUF [43]: 54).
Bahkan, ketika merasa gagal dengan provokasinya yang ternyata simpati publik semakin besar dan tidak terbendung kepada Musa, maka Fir’aun dan pejabatnya mulai mengancam keselamatan Musa serta mengintimidasi rakyatnya dengan mengatakan bahwa Musa mesti dibunuh karena punya niat dan maksud jahat kembali ke Mesir yaitu dia hendak mengganti agama kalian dan merusak tatanan sosial dan budaya kalian yang telah mapan dan kokoh.
Demikian seperti firman-Nya wa qāla fir’aun dzarūnī aqtulu musa walyad’u rabbahu innī akhāfu an yubaddila dīnakum au yuzhhira fi al-ardhi al-fasād (وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَادَ) “Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi”. (Rujuklah QS. GHAFIR [40]: 26).